Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum
yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet/elektronik yang dimulai pada saat mulai
"online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara yang telah maju dalam penggunaan
internet/elektronik sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan
hukum dunia maya sudah sangat maju.
Perbandingan cyber law Computer crime act (Malaysia) dan Council of Europe Convention on Cybercrime.
The Computer Crime Act 1997
Sebagai negara pembanding terdekat secara sosiologis, Malaysia sejak
tahun 1997 telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti
UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan
Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen
UU Hak Ciptanya.
Sementara, RUU Perlindungan Data Personal kini masih digodok di parlemen Malaysia.
The Computer Crime Act itu sendiri mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan melalui
komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek
kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak terotorisasi pada material
komputer, adalah termasuk cybercrime. Hal ini berarti, jika saya memiliki komputer dan anda adalah
orang yang tidak berhak untuk mengakses komputer saya, karena saya memang tidak mengizinkan
anda untuk mengaksesnya, tetapi anda mengakses tanpa seizin saya, maka hal tersebut termasuk
cybercrime, walaupun pada kenyataannya komputer saya tidak terhubung dengan internet.
Lebih lanjut, akses yang termasuk pelanggaran tadi (cybercrime) mencakup segala usaha untuk
membuat komputer melakukan/menjalankan program (kumpulan instruksi yang membuat komputer
untuk melakukan satu atau sejumlah aksi sesuai dengan yang diharapkan pembuat instruksi-instruksi
tersebut) atau data dari komputer lainnya (milik pelaku pelanggar) secara aman, tak terotorisasi, juga
termasuk membuat komputer korban untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan oleh pelaku pelanggar tadi.
Hukuman atas pelanggaran The computer Crime Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) dan atau hukuman kurungan/penjara dengan lama
waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia).
•Mengakses material komputer tanpa ijin
•Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
•Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
•Mengubah / menghapus program atau data orang lain
•Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi
Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)
Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for
Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat
kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di mana pada tahun 1986 OECD telah
mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy.
Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota
beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut, yang
mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.
Melengkapi laporan OECD, The Council of Europe (CE) berinisiatif
melakukan studi mengenai
kejahatan tersebut. Studi ini memberikan guidelines lanjutan bagi para
pengambil kebijakan untuk
menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan
hukum pidana Negaranegara
Anggota, dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak sipil
warga negara dan
kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computer-related crime
tersebut. Pada
perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in
Cyberspace of the Committeeon Crime Problems, yang pada tanggal 25 April
2000 telah mempublikasikan Draft Convention on
Cyber-crime sebagai hasil kerjanya ( http://www.cybercrimes.net), yang
menurut Prof.
Susan Brenner (brenner@cybercrimes.net) dari University of Daytona School of Law, merupakan
perjanjian internasional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek proseduralnya untuk
berbagai tipe tindak pidana yang berkaitan erat dengan penggunaan komputer, jaringan atau data,
serta berbagai penyalahgunaan sejenis.
Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut, telah jelas bahwa cybercrime membutuhkan global
action dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional.
Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime
adalah:
1. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan
dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut
2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional
3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya
pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan
cybercrime
4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya
mencegah kejahatan tersebut terjadi
Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya
penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties
Referensi:
ega.staff.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar