Pages

Selasa, 30 Juni 2015

Jurnal Minggu 1

Sistem Antrian Dengan Metode FCFS (First Come First Serve) Di Bank DKI Gunadarma Depok
Penulis 1 : Ashari Bayhaki 11111250 4KA10
Penulis 2 : Aris Riswara 11111177 4KA10
Penulis 3 : Heri Ardiawan 13111329 4KA10

1. Abstraksi.
Bank adalah tempat menghimpun dana yang merupakan bagian dari gaya hidup modern di masa kini. Dalam memuaskan para nasabahnya bank telah melakukan banyak sekali perubahan  untuk meningkatkan pelayanannya. Di beberapa bank terutama bank DKI Gunadarma Depok masih terlihat penggunaan sistem antrian yang  konvensional yaitu, para nasabah mengantri dengan kondisi sambil berdiri ketika akan melakukan suatu transaksi. Hal ini sangat kurang efektif dan akan berdampak lemahnya minat nasabah dikemudian hari. Karena budaya mengantri dimasyarakat kita ingin dilayani terlebih dahulu dan tidak mau menunggu lama.
Untuk itu di era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, diperlukan suatu sistem pelayanan antrian bank yang sudah terkomputerisasi. Bentuk program antrian bank tersebut dibutuhkan untuk membantu dalam proses pelayanan antrian bank. Dengan menerapkan program antrian tersebut dimaksudkan agar petugas yang melayani dan nasabah yang mengantri dapat meningkatkan efektifitas kinerja dan efesiensi waktu pelayanan sehingga sistem pelayanan antrian bank bisa berjalan teratur dan lancar sesuai dengan yang diharapkan.

2. Pendahuluan.
2.1 Latar Belakang Masalah.
Bank adalah bagian dari gaya hidup modern di masa kini. Dalam memuaskan para nasabahnya bank telah melakukan banyak sekali perubahan  untuk meningkatkan pelayanannya. Terutama dalam hal antrian karena budaya mengantri yang terjadi di masyarakat kita tampaknya masih belum terbiasa karena masyarakat kita selalu ingin dilayani terlebih dahulu dan tidak mau menunggu.
Di beberapa bank terutama bank DKI masih terlihat penggunaan sistem antrian yang  konvensional yaitu masih terlihatnya para nasabah mengantri dengan berdiri panjang sambil menunggu giliran dalam bertransaksi baik itu menabung maupun mengambil tabungan. Hal ini tentu saja sangat merepotkan terutama jika yang melakukan antrian adalah orang tua dan lanjut usia. Sistem yang masih konvensional ini membuat para nasabah tidak terlayani dengan maksimal apalagi jika antriannya sangat panjang, disamping itu suasana dan situasi menjadi tidak nyaman bagi nasabah maupun karyawannya.
Antrian yang konvensional yang masih di gunakan oleh bank DKI tentu sangat kurang efektif karena para nasabah yang mengantri panjang tentu akan jenuh berdiri lama, di situlah terjadinya situasi yang kurang nyaman. Mulai dari keluhan-keluhan nasabah, perbincangan antar nasabah, dan lain sebagainya. Sehingga tingkat ketidaknyamanan nasabah di bank DKI semakin tinggi, dan waktu yang digunakan oleh nasabah DKI ketika mengantri pun menjadi tidak efektif, serta kinerja para pegawai menjadi tidak optimal karena mereka terlanjur mengalami kejenuhan dari antrian yang tidak teratur dan tidak lancar.
Berawal dari uraian permasalahan di atas maka menarik untuk dibuatnya suatu sistem pelayanan antrian bank dengan pendekatan berorientasi objek yang diimplementasikan dalam bentuk perangkat lunak antrian bank yang sudah terkomputerisasi. Pembuatan suatu aplikasi program dimaksudkan agar petugas yang melayani dan nasabah yang mengantri dapat meningkatkan efektifitas kinerja dan efisiensi waktu pelayanan sehingga sistem pelayanan antrian bank bisa berjalan teratur dan lancar sesuai yang diharapkan, maka pada laporan tugas akhir ini mengambil judul Sistem Antrian Dengan Metode FCFS (First Come First Serve) di Bank DKI Gunadarma Depok.

2.2 Batasan Masalah.
Untuk memberikan arah dan memperjelas tujuan yang akan dicapai penulis membatasi masalahnya sebagai berikut :
1.    Metode yang akan dipakai menggunakan metode First Come First Serve (FCFS).
2.    Maksimal jumlah antrian sebanyak 999 orang.

2.3 Tujuan.
Tujuan dengan terciptanya sebuah program simulasi antrian ini adalah :
1.    Untuk melayani serta mempermudah para nasabah dalam bertransaksi.
2.    Untuk meningkatkan efektifitas kinerja serta efisiensi waktu pelayanan.


3. Landasan Teori.
3.1 Bank.
Secara umum pengertian bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Asal dari kata bank adalah dari bahasa Italia yaitu banca yang berarti tempat penukaran uang. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan / atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.Bank termasuk perusahaan industri jasa, karena hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat

3.2 Bank DKI.
Bank Pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Bank DKI adalah sebuah bank di Indonesia. Bank ini didirikan pada 30 April 1961 dan berkantor pusat di Jakarta Pusat.
Bank DKI didirikan dengan maksud dan tujuan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan Daerah di segala bidang serta salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Pada saat pendirian, pemegang saham adalah Pemerintah Daerah DKI Jakarta sebanyak 200 lembar saham dan 50 lembar saham dimiliki oleh PT. Asuransi Jiwa Bumi Poetra 1912, dengan jumlah modal disetor sebesar Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Pada tanggal 30 November 1992, Bank DKI resmi menjadi Bank Devisa. Pada tahun 1999, Bank DKI berubah bentuk badan hukum dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas.

3.3 Anrtian.
Menurut Siagian (1987), ada 5 bentuk disiplin pelayanan yang biasa digunakan, yaitu:
1.    First Come First Served (FCFS) atau First In First Out (FIFO) artinya, lebih dulu datang (sampai), lebih dulu dilayani (keluar). Misalnya, antrian pada loket pembelian tiket bioskop.
2.   Last Come First Served (LCFS) atau Last In First Out (LIFO) artinya, yang tiba terakhir yang lebih dulu keluar. Misalnya, sistem antrian dalam elevator untuk lantai yang sama.
3.  Service In Random Order (SIRO) artinya, panggilan didasarkan pada peluang secara random, tidak soal siapa yang lebih dulu tiba.
4.  Priority Service (PS) artinya, prioritas pelayanan diberikan kepada pelanggan yang mempunyai prioritas lebih tinggi dibandingkan dengan pelanggan yang mempunyai prioritas lebih rendah, meskipun yang terakhir ini kemungkinan sudah lebih dahulu tiba dalam garis tunggu. Kejadian seperti ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal, misalnya seseorang yang dalam keadaan penyakit lebih berat dibanding dengan orang lain dalam suatu tempat praktek dokter.

4. Pembahasan.
4.1 Analisa Sistem.
4.1.1 Sistem Yang Sedang Berjalan.
Dalam menganalisis sistem yang sedang berjalan dengan metode pendekatan berorientasi objek yaitu melibatkan sebuah aktor, use case, serta event-event atau kejadian yang diakibatkan atau ditimbulkan oleh aktor.

4.1.2 Analisis Aktor Yang Terlibat Dalam Sistem.
Aktor merupakan sebuah peran yang dimainkan seorang pengguna dalam kaitannya dengan sistem, aktor-aktor tersebut biasanya berkaitan atau berhubungan dengan sebuah use case. Seorang aktor dapat menggunakan banyak use case, sebaliknya sebuah use case juga dapat digunakan oleh beberapa aktor. Aktor yang terlibat dalam sistem antrian yang terdapat dalam bank DKI Gunadarma Depok antara lain yaitu :
1.    Nasabah
2.   Petugas teller, dan satu aktor lain yang berkomunikasi dengan sistem atau sering disebut sebagai aktor sekunder yaitu petugas keamanan (satpam).



4.1.3 Analisis Uses Case Dalam Sistem Yang Sedang Berjalan.
Tujuan dilakukannya analisis use case adalah untuk mengetahui lebih jelas bagaimana skenario sistem antrian yang sedang berjalan dan masalah yang dihadapi mengenai kelebihan dan kekurangan sistem tersebut dapat diidentifikasi, sehingga dalam membangun perangkat lunak menjadi lebih mudah. Dari analisis sistem yang lama akan diketemukan data dan fakta yang akan dijadikan bahan uji dan analisa menuju pengembangan dan penerapan sebuah aplikasi sistem yang diusulkan.
Skenario antrian yang masih konvensional tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1.  Nasabah yang hendak melakukan transaksi menuju ke loket setempat, jika nasabah datang pertama maka langsung di layani oleh petugas teller tersebut.
2. Nasabah yang datang berikutnya terpaksa mengantri menuju antrian yang paling sedikit dalam kondisi berdiri berdasarkan kedatangannya secara berurutan.
3. Menunggu giliran untuk tibanya transaksi dilayani oleh petugas teller atau petugas loket setempat.
4.    Tibanya giliran bertransaksi.
5.    Petugas teller melayani transaksi nasabah
6.    Transaksi selesai.
7.    Petugas teller mengakhiri pelayanannya.
8.    Nasabah meninggalkan posisi antrian.
9.   Nasabah yang berada pada posisi antrian belakang maju menempati posisi antrian yang didepan.
10. Proses antrian akan berulang jika nasabah yang berada pada posisi antrian depan telah selesai melakukan transaksi dan keluar dari posisi antrian.

4.1.4 Mengidentifikasi Aktor dan Use Case Dalam Sistem Yang Sedang Berjalan.
Setelah mengenali aktor-aktor yang terlibat yaitu dua aktor utama dan satu aktor sekunder serta use case atau skenario dari sistem yang sedang berjalan sudah diketahui, maka langkah selanjutnya penulis akan melakukan pemodelan dengan menggambarkan diagram use case atau use case diagram

Skenario di bawah memperlihatkan interaksi antara use case dengan aktor.
1.  Nama use case : Antrian. Nasabah mengantri untuk dilayaninya transaksi oleh petugas kasir atau petugas teller, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
-          Nasabah menuju antrian.
-          Berdiri berdasarkan kedatangan.
-          Menunggu tibanya transaksi dilayani.
-        Posisi antrian berpindah kedepan setelah antrian pertama selesai bertransaksi dan keluar dari posisi antrian.
2. Nama use case : Transaksi Dimulai. Petugas teller melayani para nasabah yang akan melakukan transaksi, trnsaksi akan berakhir jika jumlah antrian telah habis atau tidak ada lagi nasabah yang mengantri.
3. Nama use case : Pengaturan Antrian. satpam selaku petugas keamanan biasanya mengatur jalannya antrian, transaksi dumulai sampai transaksi selesai seperti mengatur barisan antrian, menertibkan nasabah yang ingin mendahului antrian, dan lain sebagainya. Hal ini semata-mata supaya antrian bisa berjalan dengan tertib dan teratur.
4.  Nama use case : Transaksi Selesai. Transaksi nasabah telah selesai dilakukan dan keluar dari posisi antrian.

Gambar 4.1
             
4.1.5 Analisa Kebutuhan Sistem.
Diharapkan sistem yang akan dirancang dapat mengatasi permasalahan yang ada. Berikut ini akan diurakan hal-hal yang diinginkan antara lain :
1.  Sistem yang baru diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi terhadap para nasabah pada khususnya, terutama dalam antrian. Nasabah menginginkan ketika mengantri tidak harus berdiri, dikarenakan nasabah merasa capek dan malas untuk bertransaksi selanjutnya.
2.  Dengan sistem yang baru diharapkan dalam bertransaksi bisa dilakukan dengan tertib dan teratur, supaya nasabah merasa nyaman ketika bertransaksi jangan sampai membuat suasana dan situasi menjadi tidak tenang.
3.  Diharapkan dengan sistem yang baru bisa membuat citra yang baik bagi pihak bank DKI khususnya dan membuat tingkat loyalitas nasabahnya semakin tinggi.

4.2 Perancangan Sistem
4.2.1 Perancangan Model Perangkat Lunak.
Dalam penggambaran perancangan sistem menggunakan pendekatan berorientasi objek antara lain yaitu perancangan use case diagram baru, perancangan diagram state baru, serta diagram aktivitas yang dilakukan.
4.2.1 Perancangan Use Case Diagram Yang Diusulkan.
Dalam perancangan use case diagram bertujuan untuk menspesifikasikan sistem dari aksi-aksi yang diharapkan oleh calon pengguna sistem yang akan diusulkan.
  1. Nama use case : Pengambilan Slip Nomor Antrian. Nasabah sebelum melakukan transaksi dihadapkan terlebih dahulu untuk mengambil karcis antrian, langkah-langkahnya adalah :
    1. Nasabah menuju tempat pengambilan karcis nomor antrian yang sudah disiapkan
    2. Menekan tombol pengambilan karcis nomor antrian
    3. Karcis nomor antrian keluar
    4. Karcis nomor antrian disimpan
  2. Nama use case : Menunggu. Nasabah mengantri tetapi dalam kondisi bisa relaksi sedikit karena untuk mengantri tidak lagi dengan berdiri tetapi bisa sambil duduk di kursi yang sudah disiapkan di ruang tunggu antrian. Adapun yang perlu diperhatikan ketika mengantri adalah :
    1. Menunggu pemanggilan nomor antrian dan suara panggilan no antrian yang ditampilkan pada layar monitor serta speaker.
    2.  Nasabah yang yang merasa nomor antriannya di panggil segera menuju ke petugas teller yang di sebutkan.
  3. Nama use case : Panggilan Nasabah.  Untuk dimulainya suatu transaksi petugas teller menekan tombol pemanggilan nasabah yang sudah disiapkan di tempat kerja teller, adapaun langkah-langkahnya adalah :
    1. Petugas teller yang sudah siap melayani nasabah yang akan bertransaksi, diharuskan menekan tombol tombol pemanggilan nomor antrian nasabah yang sudah disiapkan.
    2. Proses kondisi pemanggilan nomor antrian nasabah jika petugas teller sudah selesai melayani transaksi nasabah dan adanya suatu nasabah yang akan melakukan transaksi.
  4. Nama use case : Transaksi Dimulai. Pada mulainya suatu transaksi yaitu ketika petugas teller telah menekan tombol pemanggilan nomor antrian nasabah dan  nasabah mengunjungi serta petugas teller telah siap melayani transaksi.
  5. Nama use case : Transaksi Selesai. Transaksi nasabah telah selesai jika transaksi nasabah sudah selesai dilayani oleh petugas teller setempat dan petugas teller mengakhiri pelayanannya.
  6. Nama use case : Sistem Kontrol. Pada pengontrolan sistem dilakukan oleh seorang admistrator yang tugasnya antara lain :
    1. Menghidupkan dan mematikan komputer
    2. Menyetel ulang nomor antrian dari awal, jika nomor antrian sudah melebihi batasan yang ditentukan
    3. Menampilkan informasi rata-rata waktu pelayanan dan waktu tunggu nasabah.

Setelah merancang semua use case, maka dapat digambarkan dengan use case diagram.

Gambar 4.2
4.2.3 Perancangan Diagram State Yang Diusulkan.
Perancangan diagram state sistem antrian yang diusulkan menspesifikasikan urutan-urutan state yang diakibatkan oleh urutan event-event. Jika lebih dari satu transisi meninggalkan state maka event pertamalah yang dikatakan sebagai event pemicu. Diagram sistem yang diusulkan tampak terlihat pada Gambar 4.2.

4.2.4 Diagram Aktivitas Yang Dilakukan.
Pada aktivitas dalam sistem antrian merupakan kegiatan seorang aktor terhadap sistem. Aktivitas dalam sistem antrian dibagi menjadi antara lain : pengambilan slip antrian, pemanggilan nomor antrian nasabah oleh petugas teller, dan tugas dari seorang administrator yaitu melakukan pengontrolan sistem.

4.2.5 Pengambilan Slip Nomor Antrian.
Untuk memulai suatu transaksi nasabah diwajibkan mengambil slip nomor antrian, tinggal menekan tombol maka di proses oleh program sistem antrian jika berhasil maka slip akan keluar lewat printer jika gagal maka slip nomor antrian tidak tercetak dan suara error.
Gambar 4.3
4.2.6 Pemanggilan Nomor Antrian
Pada proses pemanggilan nomor antrian oleh petugas teller dilakukan jika, ada nasabah yang masuk dan nomor antrian tidak kurang dari batas yang ditentukan maka proses pemanggilan berhasil tetapi jika tidak maka gagal.
Gambar 4.4
4.2.7 Kontrol Sistem.
Pada pengontrolan sistem dilakukan oleh seorang administrator yang tugasnya antara lain : menghidupkan dan mematikan komputer, menyetel ulang nomor antrian kembali ke awal lagi, dan menampilkan informasi rata-rata waktu pelayanan dan waktu tunggu nasabah.
Gambar 4.5
4.2.8 Perancangan Keluaran Slip Nomor Antrian
Pada perancangan keluaran yaitu pencetakan slip nomor antrian, yang digunakan oleh nasabah dirancang sederhana karena hanya sebagai informasi tanda bukti sebagai nomor urut nasabah ketika akan melakukan suatu transaksi.


5. Implementasi.
5.1 Implementasi Perangkat keras.
Untuk mendukung terlaksananya sistem rancangan maka dibutuhkan perangkat keras yang spesifikasinya yaitu :
a.       Prosessor minimal pentium III atau lebih
b.      RAM minimal 128 MB atau lebih
c.       Monitor SVGA minimal 15” atau lebih
d.      Hardisk minimal 5 GB atau lebih
e.       Speaker aktif
f.       Perangkat tambahan yaitu tombol shortcut yang dihubungkan ke keyboard.
g.      Printer

5.2 Implementasi Perangkat Lunak.
Selain hardware software juga dibutuhkan dalam pengolahan data adapun spesifikasi software tersebut adalah :
a. Sistem Operasi                        : Microsoft Windows XP
b. Bahasa Pemrograman            : Borland Delphi Versi 6.0


6. Kesimpulan.
1. Dengan adanya sistem antrian yang sudah terkomputerisasi bisa membantu dalam kelancaran proses pelayanan antrian bank dan kedisiplinan mengantri nasabah.
2. Kebutuhan pada sistem antrian yang tadinya masih manual bisa dibantu dengan menggunakan PC sebagai perangkat bantu dalam sistem antrian, agar petugas yang melayani dan nasabah yang mengantri dapat meningkatkan efektifitas kinerja dan efisiensi waktu pelayanan sehingga bisa lebih meningkatkan kepuasan nasabah, dan memperkecil skala ketidaknyamanan nasabah ketika mengantri secara manual.


7. Daftar Pustaka.
1.    M. Agus J. Alam, 2000. Pemrograman Borland Delphi 6.0 Edisi 4. Penerbit Andi Yogyakarta.
2.    Roger S.Pressman, Ph.D, 2002. Rekayasa Perangkat Lunak (Buku Satu). Edisi bahasa Indonesia. Penerbit Andi Yogyakarta.

Peraturan dan Regulasi (UU 36)

BAB II
ASAS DAN TUJUAN


Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.


Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan
bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata,
mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan
antarbangsa.


BAB IV
PENYELENGGARAAN

Bagian Pertama
Umum

Pasal 7
(1) Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c. dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d. peran serta masyarakat.
Bagian Kedua
Penyelenggara

Pasal 8
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi
sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh
badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundangundangan
yang berlaku, yaitu :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. badan usaha swasta; atau
d. koperasi.

(2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
huruf c dapat dilakukan oleh :
a. perseorangan
b. instansi pemerintah;
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa
telekomunikasi.

(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 9
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
(2) Penyelengara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam
menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan
telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
(3) Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat
menyelenggarakan telekomunikasi untuk :
a. keperluan sendiri;
b. keperluan pertahanan keamanan negara;
c. keperluan penyiaran.

(4) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
terdiri dari penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan :
a. perseorangan;
b. instansi pemerintah;
c. dinas khusus;
d. badan hukum.

(5) Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BABV
PENYIDIKAN

Pasal 44
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di Iingkungan Departemen yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran Iaporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan
tindak pidana di bidang telekomunikasi;
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang
dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan
atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang
telekomunikasi;
g. menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau
yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
 h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang telekomunikasi; dan .
i. mengadakan penghentian penyidikan

(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diiaksanakan sesuai dengan
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.


BAB VI
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21,
Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal
33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.

Pasal 46
(1) Sanksi admiriistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan
tertulis.

BAB VII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 51
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).

Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan
perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).

Pasal 53
(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)
atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan
atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya
seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling Iama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 54
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau
Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 55
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 59
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,
Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.



Referensi:
iqbalhabibie.staff.gunadarma.ac.id

Peraturan dan Regulasi (UU 19)

Undang-Undang Hak Cipta
Undang-undang hak cipta yang berlaku di Indonesia adalah UU No. 19 Tahun 2002, yang
sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 Tahun 1982 menggantikan Auteurswet 1982.
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk rombak sistem hukum yang
ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang dijiwai falsafah
Negara Indonesia, yaitu Pancasila.

Pekerjaan membuat satu perangkat materi hukum yang sesuai dengan hukum yang dicitacitakan
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Undang-Undang hak cipta 1982 yang
diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun
1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002.

Batasan tentang apa saja yang dilindungi sebagai hak cipta, dijelaskan pada rumusan
pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta (UHC) Indonesia yaitu sebagai berikut.


Ayat 1
Dalam Undang-Undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup:
a) Buku, program komputer, pamflet, susuan perwajahan (lay out), karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain.
b) Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu.
c) Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
d) Lagu atau musik dengan atau tanpa teks.
e) Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
f) Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat,
seni patung, kolase, dan seni terapan.
g) Arsitektur.
h) Peta.
i) Seni batik.
j) Fotografi.
k) Sinematografi.
l) Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lainnya dari hasil
pengalihwujudan.

Ayat 2
Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l dilindungi sebagai ciptaan tersendiri, dengan tidak
mengurangi hak cipta atas ciptaan asli.

Ayat 3
Dalam lindungan sebaagimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) termasuk juga semua
ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang
nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.

Dengan demikian dapatlah dipahami bahwa yang dilindungi oleh UHC adalah yang
termasuk dalam karya ilmu pengetahuan, kesenian, kesustraan. Sedangkan yang termasuk dalam
cakupan hak kekayaan perindustrian tidak termasuk dalam rumusan pasal tersebut, meskipun
yang disebutkan terakhir ini juga merupakan kekayaan immateril. Satu hal yang dicermati adalah
yang dilindungi dalam hak cipta ini yaitu haknya, bukan benda yang merupakan perwujudan dari
hak tersebut.

Prosedur Pendaftaran Hak Cipta
Permohonan pendaftaran hak cipta diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui
Derektorat Jendral HAKI dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas
polio berganda. dalam surat permohonan itu tertera:
a) Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta.
b) Nama, kewarganegaraan, dan alamat pemegang hak cipta.
c) Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa.
d) Jenis dan judul ciptaan.
e) Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali.
f) Uraian ciptaan rangkap tiga.

Referensi:
nurjannah.staff.gunadarma.ac.id

Peraturan dan Regulasi

Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang
lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum
yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet/elektronik yang dimulai pada saat mulai
"online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara yang telah maju dalam penggunaan
internet/elektronik sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupan mereka, perkembangan
hukum dunia maya sudah sangat maju.



Perbandingan cyber law Computer crime act (Malaysia) dan Council of Europe Convention on Cybercrime.

The Computer Crime Act 1997
Sebagai negara pembanding terdekat secara sosiologis, Malaysia sejak tahun 1997 telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya.
Sementara, RUU Perlindungan Data Personal kini masih digodok di parlemen Malaysia.

The Computer Crime Act itu sendiri mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan melalui komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan internet. Akses secara tak terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk cybercrime. Hal ini berarti, jika saya memiliki komputer dan anda adalah orang yang tidak berhak untuk mengakses komputer saya, karena saya memang tidak mengizinkan anda untuk mengaksesnya, tetapi anda mengakses tanpa seizin saya, maka hal tersebut termasuk cybercrime, walaupun pada kenyataannya komputer saya tidak terhubung dengan internet.

Lebih lanjut, akses yang termasuk pelanggaran tadi (cybercrime) mencakup segala usaha untuk
membuat komputer melakukan/menjalankan program (kumpulan instruksi yang membuat komputer
untuk melakukan satu atau sejumlah aksi sesuai dengan yang diharapkan pembuat instruksi-instruksi
tersebut) atau data dari komputer lainnya (milik pelaku pelanggar) secara aman, tak terotorisasi, juga
termasuk membuat komputer korban untuk menjalankan fungsi-fungsi tertentu sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan oleh pelaku pelanggar tadi.

Hukuman atas pelanggaran The computer Crime Act :
Denda sebesar lima puluh ribu ringgit (RM50,000) dan atau hukuman kurungan/penjara dengan lama

waktu tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut (Malaysia).

•Mengakses material komputer tanpa ijin
•Menggunakan komputer untuk fungsi yang lain
•Memasuki program rahasia orang lain melalui komputernya
•Mengubah / menghapus program atau data orang lain
•Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi

Council of Europe Convention on Cyber crime (Eropa)

Saat ini berbagai upaya telah dipersiapkan untuk memerangi cybercrime. The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat guidelines bagi para pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime, di mana pada tahun 1986 OECD telah mempublikasikan laporannya yang berjudul Computer-Related Crime: Analysis of Legal Policy. Laporan ini berisi hasil survey terhadap peraturan perundang-undangan Negara-negara Anggota beserta rekomendasi perubahannya dalam menanggulangi computer-related crime tersebut, yang mana diakui bahwa sistem telekomunikasi juga memiliki peran penting dalam kejahatan tersebut.

Melengkapi laporan OECD, The Council of Europe (CE) berinisiatif melakukan studi mengenai kejahatan tersebut. Studi ini memberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan tindakan-tindakan apa yang seharusnya dilarang berdasarkan hukum pidana Negaranegara Anggota, dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara hak-hak sipil warga negara dan kebutuhan untuk melakukan proteksi terhadap computer-related crime tersebut. Pada perkembangannya, CE membentuk Committee of Experts on Crime in Cyberspace of the Committeeon Crime Problems, yang pada tanggal 25 April 2000 telah mempublikasikan Draft Convention on Cyber-crime sebagai hasil kerjanya ( http://www.cybercrimes.net), yang menurut Prof.

Susan Brenner (brenner@cybercrimes.net) dari University of Daytona School of Law, merupakan perjanjian internasional pertama yang mengatur hukum pidana dan aspek proseduralnya untuk berbagai tipe tindak pidana yang berkaitan erat dengan penggunaan komputer, jaringan atau data, serta berbagai penyalahgunaan sejenis.

Dari berbagai upaya yang dilakukan tersebut, telah jelas bahwa cybercrime membutuhkan global action dalam penanggulangannya mengingat kejahatan tersebut seringkali bersifat transnasional. Beberapa langkah penting yang harus dilakukan setiap negara dalam penanggulangan cybercrime adalah:

1. Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut

2. Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional

3. Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime

4. Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut terjadi Meningkatkan kerjasama antar negara, baik bilateral, regional maupun multilateral, dalam upaya penanganan cybercrime, antara lain melalui perjanjian ekstradisi dan mutual assistance treaties


Referensi:
ega.staff.gunadarma.ac.id